Dari The Small One
Cerita Anak - Zaman dahulu
kala, ada seorang bocah laki-laki yang tinggal dekat kota Nazaret. Ayahnya
memiliki empat ekor keledai untuk membantu melakukan pekerjaan sehari-hari.
Tiga ekor di antaranya yang masih mudah kuat, tapi yang keempat, yang bertubuh
lebih kecil di banding yang lain, sudah tua dan lemah. Sang bocah merawat
keempat keledai itu, tapi yang paling di sayanginya adalah si Kecil. Keleda itu
sahabatnya.
Suatu hari,
bocah itu dan ayahnya sedang mengumpulkan kayu bakar. Mereka meletakkan
tumpukan kayu yang berat di atas punggung para keledai. Bocah itu berusaha
mencari kayu yang paling ringan untuk di bawah si Kecil, karena ia tahu keledai
itu terlalu lemah untuk membawa beban yang berat.
“Bukankah
pekerjaanmu sendiri sudah banyak tanpa harus mengerjakan tugas si Kecil juga?”
Tanya ayahnya.
“Oh, ayah.
Dia sama sekali tidak merepotkan. Aku tidak keberatan,” kata bocah itu.
“Nak,” kata
ayahnya. “Si Kecil sudah tua. Kekuatannya sudah hilang. Kita tidak mampu lagi
memeliharanya.”
Sang bocah
meraih lengan ayahnya. “Jangan!” ia memohon.
“Ayah pasti tidak
bersungguh-sungguh!
“Ayah mohon,
Nak,”
kata ayahnya, “Cobalah mengerti. Si Kecil sudah tua.
Dia seharusnya tidak
boleh bekerja begitu keras.
Kau harus kuat.”
“Ya, ayah,”
jawab bocah itu, tapi ia merasa seolah hatinya akan hancur.
Keledai
kecil itu juga sangat sedih. Tapi, sang bocah mencoba menghiburnya.
“Jangan
cemas, si Kecil,” katanya. “Aku takkan menjualmu kepada sembarang orang. Dia
harus orang yang istimewa, orang yang akan menyayangimu seperti aku.”
Keesokan
paginya, bocah itu dan si Kecil berjalan melintasi perbukitan menuju Nazaret.
Di gerbang
kota, mereka di hentikan oleh seorang penjaga yang menanyakan tujuan mereka
disana. “Saya kesini untuk menjual keledai saya, Tuan,” sang bocah menjelaskan.
Penjaga itu
memandang si Kecil dan tertawa.
“Aku tahu orang yang membutuhkan binatang
seperti itu,” katanya. “Pergilah ke toko ketiga di dalam gerbang ini.”
Bocah itu
berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada si penjaga, tapi ketika mereka
sampai di toko itu, hatinya menjadi cemas. Di dalam, seorang pria sedang
mengasah pisau. Beberapa binatang tertambat disana, dan mereka terlihat
ketakutan.
Pria itu
menawari sang bocah sekeping uang perak, untuk kulit si Kecil!
Sang bocah
dan si Kecil berlari secepat mungkin. “Maafkan aku, si kecil,” kata bocah itu
ketika mereka sudah berada di jarak yang cukup jauh dari toko penyamak kulit
itu.
Mereka
berkelana dari suatu tempat ke tempat lain, tapi tak ada yang mau membeli si
Kecil. Malam menjelang.
Keledai yang
lelah itu tahu hanya ada satu orang yang mau membelinya. Ia membawa sang bocah
kembali ke toko penyamak kulit, siap menyerahkan nyawanya untuk membantu
sahabatnya.
Bocah itu
duduk di sebelah si Kecil dan mulai menangis.
Tiba-tiba,
ia merasa ada yang memegang bahunya. Ia menengadah dan menatap mata seorang
pria.
“Katakan
kepadaku, Nak,” kata pria itu. “Apakah keledaimu dijual” Aku memerlukan
binatang tunggangan yang lembut untuk membawa istriku, Maria, ke Bethlehem.”
“Ya, Tuan,”
kata sang bocah.
“Siapa
namanya?” Tanya pria itu.
“Si Kecil,”
jawab sang bocah.
“Nah, dia
kelihatan cukup kuat,” kata pria itu.
“Dan baik,”
kata sang bocah.
Pria itu
tersenyum. “Aku hanya bisa memberimu satu keping perak,” katanya. “Aku tahu itu
sangat sedikit.”
“Oh, tidak
apa-apa!” teriak sang bocah. “Aku hanya ingin si Kecil punya majikan yang
menyayanginya.”
“Jangan
cemas,” kata pria itu. “Aku akan merawatnya dengan baik.”
Ketika pria
itu, istrinya, dan si Kecil menghilang menyusuri jalan menuju Bethlehem, sang
bocah mengawasi dari puncak bukit dan melambaikan tangan mengucapkan selamat
tinggal.
Bocah itu
sedih, tapi sekaligus bahagia. Karena ia tahu si Kecil akhirnya menemukan
tempat tinggal yang baik.
#Ketika makhluk hidup telah bekerja sebaik mungkin, kau juga harus
membalasnya sebaik mungkin#
0 komentar:
Posting Komentar